Follow Me @nilamodang

Saturday 16 September 2017

Begin Again

21:16 0 Comments
And it comes the time when you dont want to trust anybody but yourself again. It hurts you know, when you put your trust on someone, you laid happiness on them, and all that they ever do is break your happiness into a million pieces.

And then it comes the time when i saw their face, i think about another stranger. I feel like i never know them. How could i was with them?


How?

Wednesday 6 September 2017

Dany Juhandi

14:44 0 Comments
That night (Sept 5th), i was asking Pak Dan about what we wore in our very first met. But suddenly the call ended before i get his answer because the paketan nelfon habis (yha, that's a problem of LDR life).

You know, i like to flashback things which happened in my life. To remember myself to always be grateful in what i have today.

And pak dan, this is the document that i have before i met you. I wore this dark gray cardigan, black jeans, and sandals. And you wore short pants (not a kind that used by cabe cabean), jacket (i forget it was jeans, light gray, or dark gray). It was March 9th, 2016. After we saw solar eclipse in different places.



And today, i'm so grateful that a year right after that day you're mine. Sounds cheesy, right? But i'm more cheesy when i remember we're going to meet in the end of the year. TEARSSSS. MASIH LAMA.

I recall this. We've not talking about funny things and flashback after a long time. You're too busy with your job. Talking non sense like "i'm tired" or "i have so many tasks that never done". The words that i dont like that much but i keep listening to them because i want you to know that i'll always be there for you even in your hardest day. Yes, i do and i will.

Life is never easy, i know. But that's how to achieve "the next level" of our lives. You said "kamu ga tau gimana pahitnya hidup aku". I know, even i've never been there. When you told me about your life story, i dont want you to carry it alone. I want you to share it with me. To share how tough your life is. And i'm a proud girlfriend because you're the most passionate man i've ever known. You're passionate in what you have, in what you'll achieve, and it's so unstoppable. And i want to be unstoppable with you in a lot of ways.

I wont stop telling you that i'm so grateful and thankful to have you. Let's walk into infinity step. Just me and you. And our future children.

Monday 31 July 2017

19:40 0 Comments
do you know what is the worst part of being in a long distance relationship?

YES.
when you miss your spouse but your spouse doesnt even there.
when you need your spouse but your spouse is busy.
when you want your spouse to be around you but it's just in your imagination.
when you want to be understood by your spouse but you feel your spouse does not.
when you want to talk too much about your today's experience but in the end you only listen to him.
when you think that today's conversation is not enough yet but your spouse already says good night.
when you want to meet your spouse but you dont even know when will your meeting will be happened again.

when you finally miss talking to him with no barrier,
seeing him laugh directly,
laying down on his arm,
feeling his touch,
smelling his smell.

and the cure is too far away.

Monday 24 July 2017

08:04 0 Comments
pertemuan denganmu selalu saja singkat. jika dikategorikan tidak puas, ya karena manusia selalu tidak puas kan? tapi, setiap pertemuan singkat itu kita selalu berusaha untuk memaksimalkannya kan?

aku selalu tersenyum malu setiap pertama kali aku melihatmu. entah itu di arrival gate di bandara atau di eskalator mall. melihatmu dari jauh saja sudah membuatku senang, tak terbayang kan bagaimana bahagianya aku setiap kali menghabiskan waktu denganmu?

kamu juga tidak tahu ada perasaan nyaman yang muncul ketika kamu memegang tanganku. entah itu hanya ketika kita sedang nonton di bioskop atau ketika kita menyeberang menuju parkiran.

kamu juga tidak tahu aku lebih senang menghabiskan waktu berdua saja denganmu, tanpa ada orang lain di sekitar kita. kenapa? karena aku bisa melihatmu untukku saja.

kemudian kita sekarang harus berpisah lagi. anggap saja jarak adalah ujian. kenapa ujian? karena tiap kali menghadapi ujian selalu menjadikan kita pribadi yang berusaha untuk melewatinya kan? jarak itu ujian menjaga komunikasi. jarak itu ujian menjaga kemesraan. jarak itu ujian menjaga kepercayaan. jarak itu ujian menjaga ingatan bahwa "akan selalu ada yang menunggumu pulang". and the list of the exam we take goes on.

aku tak akan lupa bagaimana bibirmu tersenyum ketika melihatku
aku juga tak akan lupa bagaimana matamu melihat aku
dan aku juga tak akan lupa bagaimana kita mencuri peluk cium di ruang tamu tanpa ketahuan orang tuaku karena sadar esok kita tak bersama lagi.

aku takkan pernah berhenti bersyukur karena Tuhan sudah mengirimmu untukku
aku takkan pernah berhenti berjuang untuk menjadikan aku dan kamu satu
aku juga takkan pernah berhenti mengingatkanmu bahwa kamu punya aku dan selalu bisa diandalkan pada kondisi apapun

terima kasih sudah pulang kembali. aku belum sempat mengucapkan itu kepadamu. sampai jumpa lagi hingga waktu yang tidak ditentukan. baik-baik ya. kamu cuma perlu tahu bahwa aku mencintaimu.

Thursday 13 July 2017

09:54 0 Comments
tujuannya memang hanya 100 meter
ujungnya terlihat jelas di depan mata
tak salah jika ia menggebu untuk mencapai finish
hasratnya tak sabar ingin merasa apa yang ada di sana
di garis finish, tenaga terkuras
tapi ia puas

berbeda jika tujuannya berjuta kilometer di depan
tak terlihat ujungnya
yang ia tahu, pelan, pelan, pelan, asal sampai tujuan
penat datang, jenuh hinggap
batin mengeluh saking jauhnya
jika ia menyerah, bagaimana?



Padang, 13 Juli 2017

Wednesday 10 May 2017

Pertemuan dengan Jodoh Itu Memang Tak Disangka-sangka!

15:23 0 Comments
and then my soul saw you, and it kind of went "oh, there you are. i've been looking for you. -- unknown.
it's funny when i found out there are sooooo many possibilities to meet aa in the past.

aku sama aa itu sering kuliah di gedung perkuliahan yang sama di Unand. Gedung B. Gedung B yang seuprit itu, dan aku yang sering banget datang jam 7 pagi sebelum kuliah jam 8. aku yang sering banget duduk di tangga Gedung B. aku yang sering duduk di Gazebo gedung B. dan aku tidak pernah melihat sosok aa selama 3,5 tahun kuliah di sana. pasti pernah aku berpapasan dengan dia, tapi aku yang tidak pernah peduli dengan sekitar.

aku sama aa itu sama-sama wisuda di periode yang sama. Wisuda 1 2014. Dia lulusan terbaik. Sekurang-kurangnya aku bertemu dengan dia saat gladi resik. Tapi aku tidak tahu. Aku tidak pernah sadar.

aku sama aa itu sama-sama les TOEFL di tempat yang sama. di tempat yang gedenya lebih seuprit lagi dibanding Gedung B. mungkin aku pernah sit in di kelas aa. but again, i never saw him at any glance.

and then i met him up a year ago. i still not familiar with his face. i felt like never known him before. dan sekarang, dia calon suamiku. insya Allah. aamiin.

Tuesday 2 May 2017

Calon Saya, Pak

07:46 0 Comments
Sering kali ada pertayaan dari atasannya mengenai calon pendamping hidup aa. Iya, aku memanggilnya aa karena dia lelaki keturunan Sunda. Panggilan by request dari aa soalnya aku lebih senang memanggil seseorang dengan sebutan yang dia senangi. Di samping itu, aku juga dapat pahala. Hehe.

Kembali lagi ke pertanyaan si calon pendamping hidup aa. Jawaban yang aa lontarkan kepada atasannya merujuk kepadaku. Tentu saja aku selalu merasa senang setiap kali dia memperkenalkanku kepada orang lain sebagai calon saya. Bukan pacar saya.

Tapi ternyata, aku menemukan sedikit beban untuk sebutan itu meskipun tentu saja rasa senang dan bangga lebih mendominasi. Aku tahu dan sadar bahwa kami menjalani hubungan ini dengan basis serius. Namun, menurutku selamanya rasa tidak siap itu akan muncul sebelum memulai suatu tahap baru dalam kehidupan.

Mamaku sudah menceritakan tentang aa ke keluarga besarku di Jogja. Entahlah. Terkadang itu cukup membebaniku. Perihal karena aku tidak tahu dengan masa depan. Aku cukup takut jika pada akhirnya aa bukan jodohku. Tapi di sisi lain, aku merasa bahwa hubunganku dengan aa banyak yang mendoakan.

Being a wife is about taking care of a man who's been taken care by the best woman in his life. I'm afraid i cant take care of him as good as mamah taken care of him.

Ketakutanku lebih ke kesiapan diriku sendiri. Aku takut aku tidak bisa memenuhi setiap kebutuhan aa. I'd be his life servant for the rest of his life. I'd be his life partner in a lifetime. I'd be a mother for his kids. Am i ready? I should be ready, i know. But, i've never been at that stage before. So i dont exactly know the answer.

Ketidaksiapan itu juga muncul ketika aa meminta izin kepada papah untuk menikah. Ada satu pertanyaan yang membebani pikiranku. Bisakah aku memenuhi kriteria aa dalam mengurusnya nanti?

Sejauh ini, aku memang tidak menemukan titik dimana aa tidak serius denganku, dengan hubungan kami. Dan aku bersyukur akan hal itu. Ketakutan hanya ada pada diriku. Dan menurutku ketakutan ini akan muncul ketika seorang wanita akan menikah.

Aku juga masih mencari alasan tentang keyakinan untuk menikah. Point-nya adalah kapan kamu yakin bahwa itu adalah benar-benar kesiapan untuk menikah, bukan karena nafsu atas keinginanmu untuk menikah.

Aa dengan keyakinan dan keseriusannya kepadaku seharusnya tidak boleh membuatku merasa tidak siap seperti ini. Dia sudah memercayakan kepadaku dan aku harus membalasnya dengan memberikan yang terbaik untuknya. Iya, untuk dia yang selalu memperkenalkanku dengan sebutan calon saya.

Ah, doakan saja ya. Aku mohon doa yang terbaik untuk aku dan aa. Semoga rencana dan ketetapan Allah sejalan dengan rencana kami. Aamiin.

Saturday 29 April 2017

Allah Bekerja Baik, Ia Memberi Lebih

07:17 0 Comments
Jika kebanyakan orang di Indonesia mengatakan bahwa kota yang paling romantis di Indonesia ialah Bandung atau Bali, bagiku kota itu ialah Jogja. Bersama Jogja, semua kenangan tersimpan rapi. Di setiap sudutnya.

Salah satunya ialah kenangan tentang dia. Iya, tentu saja ini cerita tentang dia.

Jujur saja, tak banyak kenangan yang tersimpan rapi di Jogja dengannya. Hanya pertemuan singkat di warung lontong sayur yang mengusung salah satu nama kota di Indonesia. Tak banyak cakap, tak banyak tawa. Hanya berkenalan, makan, bercerita sekedarnya, dan pulang.

Ia adalah teman dari temanku yang sama-sama tinggal di Sumatera Barat dan melanjutkan sekolah pascasarjana di Kampus Biru, Gadjah Mada. Waktu itu, temanku bercerita bahwa dia mempunyai seorang teman yang juga berasal dari Padang dan berniat untuk mengenalkan kami. Aku sih tidak keberatan, karena aku tak pernah menolak untuk menambah teman, apalagi sama-sama berasal dari kota yang sama dan mempunyai misi yang sama di kota rantau yang juga sama.

Perkenalan itu tanpa aba-aba. Tiba-tiba saja ada lelaki yang invite Path-ku. Aku tidak kenal dan aku pending untuk menerima undangan pertemanan itu. Selang beberapa jam, temanku memberi tahu lagi bahwa temannya itu ingin kenalan denganku. Kemudian aku memastikan bahwa yang di Path itu adalah temannya. Iya, ternyata itu temannya. Satu kata yang terlintas waktu melihat fotonya. Ganteng.

Kemudian, temanku itu meminta izin untuk share nomor handphone-ku dengan dia. Belum sempat aku melarang, ternyata nomor itu sudah di tangannya. Aku mau marah tapi ya gimana. Sudah terlanjur. Tak lama kemudian, dia menghubungiku lewat WhatsApp. Aku ladeni juga dengan senyum sumringah. Si labil memang.

Pertemuan Pertama.
Aku sudah mengambil posisi di salah satu meja di warung itu. Dengan temannya yang duduk di seberangku. Selagi menunggu kedatangannya, aku menyibukkan diri entah dengan handphone-ku atau bercakap dengan temanku ini. Iya, karena aku sedang menyembunyikan grogiku. Sebentar lagi aku bertemu dengannya. Lelaki yang difoto Path atau profil WhatsApp-nya terlihat ganteng itu.

Kami berkenalan. Kemudian dia kembali bercerita dengan teman kami itu. Mendengar dia bercerita, aku tau dia orang yang pintar dan berkeinginan keras. Semakin saja aku minder dengannya.

Pertemuan Kedua.
Masih di warung lontong sayur. Tapi kali ini lontong sayur padang. Entah apa yang membedakan lontong sayur satu kota dengan kota lain. Sama-sama ada ketupat dan sayur yang dikuah santan. Ah sudahlah, bukan itu perkaranya.

Kali ini aku lebih rileks. Sudah aku anggap teman sepertinya. Sempat aku melihat ada foto seorang perempuan di lock screen handphone-nya. Kemudian aku mbathin "ooh, dia sudah punya pacar rupanya".

Pertemuan kedua sebatas itu. Tidak ada memori lain yang terekam jelas di benakku.

Kami tak sering berkomunikasi dan bertemu kala itu. Tak banyak interaksi. Mungkin karena sama-sama sibuk dengan kehidupan masing-masing.

Dia baru sering muncul sejak awal tahun 2017. Aku memang tak banyak pikir. Entah karena sifat tidak peka dan cuekku, atau memang ia hanya sekedar membunuh waktu dari jeratan pengangguran.

Sebulan setelah kelulusanku, 19 Februari 2017, ia menghubungiku lewat WhatsApp. Masih sama, aku tak banyak pikir dan mengira dia ingin mengajak bertemu karena saat itu aku sedang di Padang. Hari berganti hari, WhatsApp itu terus berlanjut. Bahkan telfon tiap malam yang jarang absen pun telfon ketika dia sedang di kantor. Panggilan pun berubah dari uda-uni-ambo, menjadi bapak-ibu, dan berganti lagi menjadi aku-kamu. Kode-kode lain dari dia yang membuat aku selalu mbathin "iki orang ngopo sih?" atau "waduh, ini orang kalo begini terus iman ku bisa goyah" .

Aku sebenarnya tau dia sedang mendekatiku. Bukan geer, tapi terlihat dari setiap gerak-gerik yang ditunjukkannya dari cara menghubungiku. Tetap saja saat itu aku masih mengelak, takut jika ternyata ia hanya sedang mempraktikkan sifatnya yang fenomenal pada masanya.

Kira-kira seminggu setelah WhatsApp dengannya yang tidak pernah putus, aku mengirimkan foto dia ke mama, juga melalui Whatsapp. Maksudku adalah untuk menanyai pendapat mama mengenai dia. Keputusanku pada saat itu ialah jika mama berpendapat negatif mengenainya, aku akan langsung menjauh. Maklum, trauma masa lalu karena menjalani hubungan dengan pria yang tidak direstui oleh orang tua.

Ajaib! Mama setuju aku dengannya hanya karena melihat fotonya. Entah apa yang terpancar di wajahnya pada foto itu sehingga mama langsung menyetujuinya. Tentu saja mama menilai dari fisiknya, dari image anak baik-baik yang terpancar dari wajahnya, dan pekerjaan dia sebagai dosen. Ah sudahlah, menurutku memang apa yang ada pada dirinya itu ialah kriteria yang selalu mama panjatkan melalui doanya kepada Allah. 

Ganteng, orang baik, sayang sama aku, bisa dibanggakan ke keluarga besar, bertanggung jawab, dan sederetan kriteria positif lain mengenai jodohku yang telah ditetapkan mama jauh-jauh hari.

Beberapa hari setelah bercerita ke mama, aku bertanya kepada temannya yang juga merupakan temanku mengenai dia. Tentu saja temannya ini menyetujui, karena notabene mereka adalah teman dekat, dan temannya ini menilai bahwa dia adalah lelaki baik-baik. Wanita baik-baik pantas untuk mendapatkan lelaki baik, katanya. Tapi aku tetap menyatakan ketakutanku untuk memulai hubungan dengan orang baru karena kejadian yang masih melekat di pikiran dan masih menyisakan luka di hati. Namun, temannya ini menyarankan untuk menjalani dengannya dulu.

Minggu berikutnya, ketika sedang di tempat gym, mama menghubungiku, menanyakan perihal keberlanjutan hubunganku dengan dia. Pertanyaanpun semakin intim, asal dari mana, bagaimana keluarganya, apa pekerjaan orang tuanya, apakah dia sudah punya pacar dan entah apalagi pertanyaan tentang keluarganya yang tentu saja tidak bisa kujelaskan dengan baik. Yang membuatku kaget adalah mama menyuruhku untuk meresmikan hubungan kami, berdoa ia adalah jodohku, dan meminta kalau bisa tahun depan kami sudah menikah.

WHAT?!

Secepat itukah mama menilai hal baik tentang dirinya dan mengizinkanku untuk menjalani hubungan ke tahap yang lebih serius dengan pria yang baru aku kenal? Tapi ya sudahlah, aku yakin dengan firasat seorang ibu.

Seminggu berikutnya, aku masih menjalani hubungan yang bisa dikategorikan semakin dekat. Kodenya untuk menjalani hal yang serius denganku semakin terasa. Bahkan di waktu sibuknya, dia masih meluangkan waktu untuk menghubungiku. Sebelum dia tertidur pulas, dia sempatkan untuk mendengar suaraku hingga akhirnya kantuk tak lagi bisa ia tahan.

Sabtu, 18 Maret 2017
Aku sedang berada di rumah sepupuku saat itu dan kebetulan kami malam mingguan. Aku bercerita kepada beliau mengenai mantanku yang disuruh putus oleh mama karena penampilannya yang urakan. Sepanjang jalan aku hanya ditertawai olehnya. Istrinya memberi petuah dan menyenangkan hatiku. Kasian ya, kalau nanti dia udah kerja, mapan, dan penampilannya udah baik, pasti mamamu mau. Kan dia orangnya baik, katanya.

Aku iyakan saja meskipun memang sudah tidak ada lagi pengharapan di diriku mengenai mantanku itu sejak dia intens menghubungiku dan menunjukkan sinyal keseriusan dengan diriku.

Akhirnya aku memberanikan diri untuk bercerita kepada mereka mengenai lelaki yang sedang mendekatiku ini. Aku lihatkan foto profil WhatsApp-nya sontak uni berseru. Udah nilam, sama yang ini aja. Ganteng loh. Pasti mama nilam seneng sama yang ini. Jelaslah orang dia rapi banget gini. Mana dosen lagi!

Aku bingung. Uda juga bingung. Kurang dari tiga puluh menit yang lalu, uni menenangkanku mengenai mantanku. Kemudian setelah kuperlihatkan foto lelaki ini, mantanku langsung disingkirkan. Memang ya, wanita ga tahan kalau liat cowok ganteng. Ups!

Minggu, 19 Maret 2017
Dia menelfonku pagi itu, aku lupa apa yang kami bicarakan saking seringnya kami telfonan. Yang aku salutkan adalah dia berani menelfonku cukup lama meskipun aku sedang bersama saudaraku.

Siangnya, setelah tidur siang, aku tidak tahu mengapa tepat setelah aku terbangun, aku langsung menghubunginya via telfon. Sampai-sampai dia menanyaiku "kamu baru bangun ya? suaramu masih serak. kok langsung nelfon aku". Aku mati kutu ditanyai seperti itu bahkan aku ikutan mbathin "iya ya, kok aku nelfon dia?". Tapi aku lupa jawaban apa yang aku berikan untuk membela diri.

Pembicaraan semakin menjurus untuk menjalin hubungan denganku. Namun, aku masih tidak mau menangkap kode darinya. Hingga akhirnya dia melontarkan statement untuk minta izin masku, yang notabene adalah teman dekatnya yang memperkenalkan kami. Katanya, dia akan menghubungi masku setelah sholat maghrib.

Aku memberi tahu kepada masku bahwa dia akan menghubungimya. Aku kira hanya main-main, atau hanya sekedar meminta pendapat masku mengenai aku. Ternyata lebih dari itu. Dia memang meminta izin untuk menjalin hubungan denganku. Takjub? Iya. Aku ga berhenti senyum-senyum waktu dikirimi screen shoot oleh masku mengenai chat mereka.

Pada saat itu pula lah, aku menghubungi mama dan meminta izin untuk menjalin hubungan dengan dia. Aku menjelaskan kemungkinan keseriusan dia denganku. Dan mama mengizinkan dan merestui (calon) hubungan kami.

Setelah itu, kami kembali telfonan. Dia bertanya "kamu mau ga sama-sama memulai semuanya dari awal sama aku?". Aku di kala itu hanya senyum-senyum saja. Tak tahu jawaban apa yang seharusnya aku jawab meskipun itu hanyalah Yes or No Question. Akhirnya aku jawab "Insya Allah". 

Ia tidak puas dengan jawaban itu. Menurutnya Insya Allah di zaman sekarang lebih condong ke tidak. Aku sudah grogi dengan dia, malah di tempatkan di keadaan yang membuatku semakin grogi. Aku alihkan terus-terusan sampai akhirnya beberapa menit kemudian aku jawab "iya, insya Allah mau".

Dia masih belum puas. "mau apa?" katanya. Sumpah orang ini belum apa-apa sudah ngajak berantem. Aku masih grogi dan dia masih saja terus mendesak. "Memang jawabanku belum jelas?" batinku. Akhirnya aku jawab juga "Iya, insya Allah mau untuk sama-sama memulai semuanya dari awal sama kamu."

Sesederhana itu. Komitmen kami di awal bukanlah seperti roman picisan remaja lainnya. Karena memang usia kami bukan remaja lagi. Sudah seperempat abad. Komitmen kami adalah untuk membawa hubungan ini ke arah pernikahan, berjuang sama-sama dari awal, berbekal dengan restu yang telah diberikan oleh mamaku.

Kalau kamu tanya apakah aku bahagia, jawabannya iya. Kamu tahu? Aku sudah seperti orang yang sangat hopeless waktu itu. Sudah tidak ingin mempercayakan hatiku dengan orang lain. Sudah lelah rasanya merasakan sakit karena putus hubungan, apalagi dengan alasan yang tidak make sense.

Tapi, dia datang. Aku percaya dia datang karena doaku yang kupanjatkan waktu itu sambil bersimbah air mata. Aku percaya dia datang karena doa mama mengenai jodohku. Aku percaya dia yang terbaik yang diberikan Allah kepadaku. Meskipun terlalu dini untuk mempercayainya, i really dont find any reasons that he's not serious to me even if he's the most annoying person on Earth! 

Sesederhana itu aku mempercayai bahwa dia adalah yang terbaik untukku. Karena dia datang karena Allah di saat semua doa dipanjatkan.

Terima kasih Allah.
Terima kasih Jogja.
Terima kasih WhatsApp.
Protected by Copyscape Duplicate Content Penalty Protection