Follow Me @nilamodang

Tuesday, 2 May 2017

Calon Saya, Pak

07:46 0 Comments
Sering kali ada pertayaan dari atasannya mengenai calon pendamping hidup aa. Iya, aku memanggilnya aa karena dia lelaki keturunan Sunda. Panggilan by request dari aa soalnya aku lebih senang memanggil seseorang dengan sebutan yang dia senangi. Di samping itu, aku juga dapat pahala. Hehe.

Kembali lagi ke pertanyaan si calon pendamping hidup aa. Jawaban yang aa lontarkan kepada atasannya merujuk kepadaku. Tentu saja aku selalu merasa senang setiap kali dia memperkenalkanku kepada orang lain sebagai calon saya. Bukan pacar saya.

Tapi ternyata, aku menemukan sedikit beban untuk sebutan itu meskipun tentu saja rasa senang dan bangga lebih mendominasi. Aku tahu dan sadar bahwa kami menjalani hubungan ini dengan basis serius. Namun, menurutku selamanya rasa tidak siap itu akan muncul sebelum memulai suatu tahap baru dalam kehidupan.

Mamaku sudah menceritakan tentang aa ke keluarga besarku di Jogja. Entahlah. Terkadang itu cukup membebaniku. Perihal karena aku tidak tahu dengan masa depan. Aku cukup takut jika pada akhirnya aa bukan jodohku. Tapi di sisi lain, aku merasa bahwa hubunganku dengan aa banyak yang mendoakan.

Being a wife is about taking care of a man who's been taken care by the best woman in his life. I'm afraid i cant take care of him as good as mamah taken care of him.

Ketakutanku lebih ke kesiapan diriku sendiri. Aku takut aku tidak bisa memenuhi setiap kebutuhan aa. I'd be his life servant for the rest of his life. I'd be his life partner in a lifetime. I'd be a mother for his kids. Am i ready? I should be ready, i know. But, i've never been at that stage before. So i dont exactly know the answer.

Ketidaksiapan itu juga muncul ketika aa meminta izin kepada papah untuk menikah. Ada satu pertanyaan yang membebani pikiranku. Bisakah aku memenuhi kriteria aa dalam mengurusnya nanti?

Sejauh ini, aku memang tidak menemukan titik dimana aa tidak serius denganku, dengan hubungan kami. Dan aku bersyukur akan hal itu. Ketakutan hanya ada pada diriku. Dan menurutku ketakutan ini akan muncul ketika seorang wanita akan menikah.

Aku juga masih mencari alasan tentang keyakinan untuk menikah. Point-nya adalah kapan kamu yakin bahwa itu adalah benar-benar kesiapan untuk menikah, bukan karena nafsu atas keinginanmu untuk menikah.

Aa dengan keyakinan dan keseriusannya kepadaku seharusnya tidak boleh membuatku merasa tidak siap seperti ini. Dia sudah memercayakan kepadaku dan aku harus membalasnya dengan memberikan yang terbaik untuknya. Iya, untuk dia yang selalu memperkenalkanku dengan sebutan calon saya.

Ah, doakan saja ya. Aku mohon doa yang terbaik untuk aku dan aa. Semoga rencana dan ketetapan Allah sejalan dengan rencana kami. Aamiin.

Saturday, 29 April 2017

Allah Bekerja Baik, Ia Memberi Lebih

07:17 0 Comments
Jika kebanyakan orang di Indonesia mengatakan bahwa kota yang paling romantis di Indonesia ialah Bandung atau Bali, bagiku kota itu ialah Jogja. Bersama Jogja, semua kenangan tersimpan rapi. Di setiap sudutnya.

Salah satunya ialah kenangan tentang dia. Iya, tentu saja ini cerita tentang dia.

Jujur saja, tak banyak kenangan yang tersimpan rapi di Jogja dengannya. Hanya pertemuan singkat di warung lontong sayur yang mengusung salah satu nama kota di Indonesia. Tak banyak cakap, tak banyak tawa. Hanya berkenalan, makan, bercerita sekedarnya, dan pulang.

Ia adalah teman dari temanku yang sama-sama tinggal di Sumatera Barat dan melanjutkan sekolah pascasarjana di Kampus Biru, Gadjah Mada. Waktu itu, temanku bercerita bahwa dia mempunyai seorang teman yang juga berasal dari Padang dan berniat untuk mengenalkan kami. Aku sih tidak keberatan, karena aku tak pernah menolak untuk menambah teman, apalagi sama-sama berasal dari kota yang sama dan mempunyai misi yang sama di kota rantau yang juga sama.

Perkenalan itu tanpa aba-aba. Tiba-tiba saja ada lelaki yang invite Path-ku. Aku tidak kenal dan aku pending untuk menerima undangan pertemanan itu. Selang beberapa jam, temanku memberi tahu lagi bahwa temannya itu ingin kenalan denganku. Kemudian aku memastikan bahwa yang di Path itu adalah temannya. Iya, ternyata itu temannya. Satu kata yang terlintas waktu melihat fotonya. Ganteng.

Kemudian, temanku itu meminta izin untuk share nomor handphone-ku dengan dia. Belum sempat aku melarang, ternyata nomor itu sudah di tangannya. Aku mau marah tapi ya gimana. Sudah terlanjur. Tak lama kemudian, dia menghubungiku lewat WhatsApp. Aku ladeni juga dengan senyum sumringah. Si labil memang.

Pertemuan Pertama.
Aku sudah mengambil posisi di salah satu meja di warung itu. Dengan temannya yang duduk di seberangku. Selagi menunggu kedatangannya, aku menyibukkan diri entah dengan handphone-ku atau bercakap dengan temanku ini. Iya, karena aku sedang menyembunyikan grogiku. Sebentar lagi aku bertemu dengannya. Lelaki yang difoto Path atau profil WhatsApp-nya terlihat ganteng itu.

Kami berkenalan. Kemudian dia kembali bercerita dengan teman kami itu. Mendengar dia bercerita, aku tau dia orang yang pintar dan berkeinginan keras. Semakin saja aku minder dengannya.

Pertemuan Kedua.
Masih di warung lontong sayur. Tapi kali ini lontong sayur padang. Entah apa yang membedakan lontong sayur satu kota dengan kota lain. Sama-sama ada ketupat dan sayur yang dikuah santan. Ah sudahlah, bukan itu perkaranya.

Kali ini aku lebih rileks. Sudah aku anggap teman sepertinya. Sempat aku melihat ada foto seorang perempuan di lock screen handphone-nya. Kemudian aku mbathin "ooh, dia sudah punya pacar rupanya".

Pertemuan kedua sebatas itu. Tidak ada memori lain yang terekam jelas di benakku.

Kami tak sering berkomunikasi dan bertemu kala itu. Tak banyak interaksi. Mungkin karena sama-sama sibuk dengan kehidupan masing-masing.

Dia baru sering muncul sejak awal tahun 2017. Aku memang tak banyak pikir. Entah karena sifat tidak peka dan cuekku, atau memang ia hanya sekedar membunuh waktu dari jeratan pengangguran.

Sebulan setelah kelulusanku, 19 Februari 2017, ia menghubungiku lewat WhatsApp. Masih sama, aku tak banyak pikir dan mengira dia ingin mengajak bertemu karena saat itu aku sedang di Padang. Hari berganti hari, WhatsApp itu terus berlanjut. Bahkan telfon tiap malam yang jarang absen pun telfon ketika dia sedang di kantor. Panggilan pun berubah dari uda-uni-ambo, menjadi bapak-ibu, dan berganti lagi menjadi aku-kamu. Kode-kode lain dari dia yang membuat aku selalu mbathin "iki orang ngopo sih?" atau "waduh, ini orang kalo begini terus iman ku bisa goyah" .

Aku sebenarnya tau dia sedang mendekatiku. Bukan geer, tapi terlihat dari setiap gerak-gerik yang ditunjukkannya dari cara menghubungiku. Tetap saja saat itu aku masih mengelak, takut jika ternyata ia hanya sedang mempraktikkan sifatnya yang fenomenal pada masanya.

Kira-kira seminggu setelah WhatsApp dengannya yang tidak pernah putus, aku mengirimkan foto dia ke mama, juga melalui Whatsapp. Maksudku adalah untuk menanyai pendapat mama mengenai dia. Keputusanku pada saat itu ialah jika mama berpendapat negatif mengenainya, aku akan langsung menjauh. Maklum, trauma masa lalu karena menjalani hubungan dengan pria yang tidak direstui oleh orang tua.

Ajaib! Mama setuju aku dengannya hanya karena melihat fotonya. Entah apa yang terpancar di wajahnya pada foto itu sehingga mama langsung menyetujuinya. Tentu saja mama menilai dari fisiknya, dari image anak baik-baik yang terpancar dari wajahnya, dan pekerjaan dia sebagai dosen. Ah sudahlah, menurutku memang apa yang ada pada dirinya itu ialah kriteria yang selalu mama panjatkan melalui doanya kepada Allah. 

Ganteng, orang baik, sayang sama aku, bisa dibanggakan ke keluarga besar, bertanggung jawab, dan sederetan kriteria positif lain mengenai jodohku yang telah ditetapkan mama jauh-jauh hari.

Beberapa hari setelah bercerita ke mama, aku bertanya kepada temannya yang juga merupakan temanku mengenai dia. Tentu saja temannya ini menyetujui, karena notabene mereka adalah teman dekat, dan temannya ini menilai bahwa dia adalah lelaki baik-baik. Wanita baik-baik pantas untuk mendapatkan lelaki baik, katanya. Tapi aku tetap menyatakan ketakutanku untuk memulai hubungan dengan orang baru karena kejadian yang masih melekat di pikiran dan masih menyisakan luka di hati. Namun, temannya ini menyarankan untuk menjalani dengannya dulu.

Minggu berikutnya, ketika sedang di tempat gym, mama menghubungiku, menanyakan perihal keberlanjutan hubunganku dengan dia. Pertanyaanpun semakin intim, asal dari mana, bagaimana keluarganya, apa pekerjaan orang tuanya, apakah dia sudah punya pacar dan entah apalagi pertanyaan tentang keluarganya yang tentu saja tidak bisa kujelaskan dengan baik. Yang membuatku kaget adalah mama menyuruhku untuk meresmikan hubungan kami, berdoa ia adalah jodohku, dan meminta kalau bisa tahun depan kami sudah menikah.

WHAT?!

Secepat itukah mama menilai hal baik tentang dirinya dan mengizinkanku untuk menjalani hubungan ke tahap yang lebih serius dengan pria yang baru aku kenal? Tapi ya sudahlah, aku yakin dengan firasat seorang ibu.

Seminggu berikutnya, aku masih menjalani hubungan yang bisa dikategorikan semakin dekat. Kodenya untuk menjalani hal yang serius denganku semakin terasa. Bahkan di waktu sibuknya, dia masih meluangkan waktu untuk menghubungiku. Sebelum dia tertidur pulas, dia sempatkan untuk mendengar suaraku hingga akhirnya kantuk tak lagi bisa ia tahan.

Sabtu, 18 Maret 2017
Aku sedang berada di rumah sepupuku saat itu dan kebetulan kami malam mingguan. Aku bercerita kepada beliau mengenai mantanku yang disuruh putus oleh mama karena penampilannya yang urakan. Sepanjang jalan aku hanya ditertawai olehnya. Istrinya memberi petuah dan menyenangkan hatiku. Kasian ya, kalau nanti dia udah kerja, mapan, dan penampilannya udah baik, pasti mamamu mau. Kan dia orangnya baik, katanya.

Aku iyakan saja meskipun memang sudah tidak ada lagi pengharapan di diriku mengenai mantanku itu sejak dia intens menghubungiku dan menunjukkan sinyal keseriusan dengan diriku.

Akhirnya aku memberanikan diri untuk bercerita kepada mereka mengenai lelaki yang sedang mendekatiku ini. Aku lihatkan foto profil WhatsApp-nya sontak uni berseru. Udah nilam, sama yang ini aja. Ganteng loh. Pasti mama nilam seneng sama yang ini. Jelaslah orang dia rapi banget gini. Mana dosen lagi!

Aku bingung. Uda juga bingung. Kurang dari tiga puluh menit yang lalu, uni menenangkanku mengenai mantanku. Kemudian setelah kuperlihatkan foto lelaki ini, mantanku langsung disingkirkan. Memang ya, wanita ga tahan kalau liat cowok ganteng. Ups!

Minggu, 19 Maret 2017
Dia menelfonku pagi itu, aku lupa apa yang kami bicarakan saking seringnya kami telfonan. Yang aku salutkan adalah dia berani menelfonku cukup lama meskipun aku sedang bersama saudaraku.

Siangnya, setelah tidur siang, aku tidak tahu mengapa tepat setelah aku terbangun, aku langsung menghubunginya via telfon. Sampai-sampai dia menanyaiku "kamu baru bangun ya? suaramu masih serak. kok langsung nelfon aku". Aku mati kutu ditanyai seperti itu bahkan aku ikutan mbathin "iya ya, kok aku nelfon dia?". Tapi aku lupa jawaban apa yang aku berikan untuk membela diri.

Pembicaraan semakin menjurus untuk menjalin hubungan denganku. Namun, aku masih tidak mau menangkap kode darinya. Hingga akhirnya dia melontarkan statement untuk minta izin masku, yang notabene adalah teman dekatnya yang memperkenalkan kami. Katanya, dia akan menghubungi masku setelah sholat maghrib.

Aku memberi tahu kepada masku bahwa dia akan menghubungimya. Aku kira hanya main-main, atau hanya sekedar meminta pendapat masku mengenai aku. Ternyata lebih dari itu. Dia memang meminta izin untuk menjalin hubungan denganku. Takjub? Iya. Aku ga berhenti senyum-senyum waktu dikirimi screen shoot oleh masku mengenai chat mereka.

Pada saat itu pula lah, aku menghubungi mama dan meminta izin untuk menjalin hubungan dengan dia. Aku menjelaskan kemungkinan keseriusan dia denganku. Dan mama mengizinkan dan merestui (calon) hubungan kami.

Setelah itu, kami kembali telfonan. Dia bertanya "kamu mau ga sama-sama memulai semuanya dari awal sama aku?". Aku di kala itu hanya senyum-senyum saja. Tak tahu jawaban apa yang seharusnya aku jawab meskipun itu hanyalah Yes or No Question. Akhirnya aku jawab "Insya Allah". 

Ia tidak puas dengan jawaban itu. Menurutnya Insya Allah di zaman sekarang lebih condong ke tidak. Aku sudah grogi dengan dia, malah di tempatkan di keadaan yang membuatku semakin grogi. Aku alihkan terus-terusan sampai akhirnya beberapa menit kemudian aku jawab "iya, insya Allah mau".

Dia masih belum puas. "mau apa?" katanya. Sumpah orang ini belum apa-apa sudah ngajak berantem. Aku masih grogi dan dia masih saja terus mendesak. "Memang jawabanku belum jelas?" batinku. Akhirnya aku jawab juga "Iya, insya Allah mau untuk sama-sama memulai semuanya dari awal sama kamu."

Sesederhana itu. Komitmen kami di awal bukanlah seperti roman picisan remaja lainnya. Karena memang usia kami bukan remaja lagi. Sudah seperempat abad. Komitmen kami adalah untuk membawa hubungan ini ke arah pernikahan, berjuang sama-sama dari awal, berbekal dengan restu yang telah diberikan oleh mamaku.

Kalau kamu tanya apakah aku bahagia, jawabannya iya. Kamu tahu? Aku sudah seperti orang yang sangat hopeless waktu itu. Sudah tidak ingin mempercayakan hatiku dengan orang lain. Sudah lelah rasanya merasakan sakit karena putus hubungan, apalagi dengan alasan yang tidak make sense.

Tapi, dia datang. Aku percaya dia datang karena doaku yang kupanjatkan waktu itu sambil bersimbah air mata. Aku percaya dia datang karena doa mama mengenai jodohku. Aku percaya dia yang terbaik yang diberikan Allah kepadaku. Meskipun terlalu dini untuk mempercayainya, i really dont find any reasons that he's not serious to me even if he's the most annoying person on Earth! 

Sesederhana itu aku mempercayai bahwa dia adalah yang terbaik untukku. Karena dia datang karena Allah di saat semua doa dipanjatkan.

Terima kasih Allah.
Terima kasih Jogja.
Terima kasih WhatsApp.

Friday, 1 August 2014

apa yang disebut skripsi

19:32 0 Comments
mungkin memang saya belum pernah merasakan sakitnya ketika ditanyakan hal ini. sudah lulus kah? skripsi nya gimana? atau hal-hal lain yang dianggap lumrah ditanyakan oleh keluarga.

beberapa hari yang lalu saya bertemu dengan sepupu yang sepantaran dengan saya dan sama-sama mengambil bidang ilmu yang sama, akuntansi. dia berkata bahwa akuntansi itu susah karna susah ngerjain skripsinya.

lantas saya bingung. masih bisakah sesuatu dikatakan susah ketika kita berhasil menaklukkannya? saya kira jawaban nya tidak.

lalu kenapa skripsi dianggap susah? mungkin juga tidak bisa dikatakan susah, mungkin ada faktor-faktor lain yang menjadi penghambat penyelesaian skripsi. misalnya, dosen pembimbing, pengumpulan data, dan tingkat kemalasan.

1. dosen pembimbing
ketika permintaan mahasiswa dan penawaran dosen pembimbing tidak mencapai titik keseimbangan, disinilah masalah utama skripsi. toh yang mengetahui lebih banyak isu-isu mengenai bidang ilmu tentulah dosen sedangkan mahasiswa mengetahui secara pasti data yang akan dikumpulkan dan keadaan lapangan ketika skripsi sudah beranjak ke bab 4. 

lalu apa yang sebaiknya dilakukan? berdiskusi dengan dosen tersebut. mematahkan ego sang dosen. menjelaskan fakta yang sebenarnya. jika memang dosen masih tidak mendengarkan, temui terus hingga dosen tersebut luluh dan mengerti keadaan yang sebenarnya. jika diberi tantangan oleh dosen, terima. menurut pengalaman saya, jangan pernah sekali-kali menghindari dosen pembimbing karena akan memperlama pengerjaan skripsi.

pst, saking tak tahu dirinya saya, saya masih saja berani menemui dosen pembimbing ketika sang dosen sedang sibuk-sibuknya. tapi dengan kita yang menunjukkan kinerja yang baik bahkan untuk diri kita sendiri, maka dosen tersebut akan tergugah melihat kerja keras kita. dan ketika pengerjaan skripsi selesai, hubungan dengan dosen pembimbing masih akrab. bahkan, dosen pun akan memberikan proyek kepada kita. tau artinya apa kan? dosen tersebut percaya kepada kita :)

tapi tentu saja saran saya ini tidak bisa diterapkan untuk semua dosen pembimbing.

2. pengumpulan data
untuk teman-teman yang melaksanakan studi empiris, maka kesulitan akan terletak pada kenormalan data. ketika pengerjaan skripsi, saya mengalami beberapa kali revisi pengolahan data karena terdapatnya ketidaknormalan data dan banyaknya outliar data.

untuk yang melaksanakan studi kasus, menurut pandangan saya, usaha mereka lebih keras dibandingkan dengan teman-teman yang melaksanakan studi empiris. pengajuan proposal penelitian ke perusahaan lah, kuisioner lah, pengumpulan data lah, pengolahan data lah.

but, just believe, everything we do is worth it. percaya lah bahwa risk and return trade-offs ga hanya berlaku di kegiatan bisnis. tapi di kehidupan sehari-hari juga. bahwa setelah ada kesulitan akan timbul kemudahan.

3. tingkat kemalasan
ini sih faktor internal dan yakinlah cuma diri kita sendiri yang bisa ngehandle. saya orang nya pantang kalah, jadi ya step pengerjaan skripsi saya ga jauh beda sama teman-teman pintar saya di kampus. intinya, tentukan aja sih apa motivasi terbesar kenapa musti ngerjain skripsi. jawabannya buat saya cuma satu: orang tua.

dengan motivasi itu, saya bagi waktu antara kuliah dan pengerjaan skripsi. tugas kuliah yang amuk-amukan dan skripsi yang deadline nya tak ada batasannya untuk jangka pendek. alhamdulillah keduanya selesai dengan nilai yang memuaskan.

disamping itu, faktor yang menyebabkan kemalasan itu ya.... waktu main. hampir 4 bulan waktu saya dari pagi sampai sore saya habiskan di jurusan. nungguin dosen pembimbing, ngolah data ataupun cari referensi buat skripsi saya.

jadi percayalah, risk and return itu berlaku teman-teman.

***
saya pahami sifat dasar manusia itu suka menyalahkan atau mengambinghitamkan hal lain. susah mengakui kesalahan sendiri. saya pun begitu. tapi ya intinya balik lagi ke introspeksi diri. bahwa orang lain atau sesuatu juga ga bakal salah kalau penyebabnya bukan dari diri kita sendiri kan?

i share what i've done. i'm not judging guys ;)

Sunday, 2 March 2014

Thesis and Bachelor Degree.

12:29 0 Comments
I'm telling you about how i can reached my bachelor degree.

August 2013
Searching for the right title for my thesis proposal.

September 2013
Submited my thesis proposal and i got my best thesis advisor. She really helped me on doing this holy thesis. Never imagine that i could finish my thesis in 3.5 months.

October 2013
My thesis advisor gave me a challenge to add a new variabel that never been done in research. It's hard a little because it couldn't fit on my research's object.

November 2013
I've finished my thesis over all. Waiting for some revision by my thesis advisor. I have some trouble on this month. I was on the bad step. I couldnt believe in anyone. Yes, anyone.

December 2013
I was doing great. I helped my boyfriend in his study. I finished my thesis and did seminar on December 24th.

January 2014
There's always a great reward from Allah when you're doing something seriously. I reached my bachelor degree on January 27th
When you want to reach something, you dream, and then you believe. Dont let yourself on laziness. Forget what people said about negative words about you. They dont know you that much. They dont know how hard the process was.

Things about thesis and bachelor degree:
1. I didnt hang out with my boyfriend since september. You have to choose what's your priority for sure. If you are good at balancing, then do what you wanna do. But, i was not. 
He was supporting me by sat next to me while i was doing it. He came to my house suprisingly.e listened to my dilemmas about thesis. It's more than enough.

2. Always doing thesis every weekend while you're studying for your college on weekdays. Never stop. Never let your mood ruin your thesis. Never.

3. The worst enemy for thesis is laziness. If you on it, remember that you want yourself to reach bachelor degree as soon as possible. Remember you want to make your parents proud of you.

4. Meet your thesis advisor every time you see her. Ask her everything about your thesis. If you're afraid to meet your thesis advisor, it will be take too much time to finish it.

Wednesday, 29 January 2014

I'm no longer a college student. Now, i'm a jobless

06:14 0 Comments
Sudah 43 jam semenjak saya dinyatakan sebagai Sarjana Ekonomi melalui ujian komprehensif. Kalo ada yg nanya apa rasanya, sesungguhnya ga ada yang beda. Tapi kalo dipanggil pake sebutan SE, rasanya semua masih mimpi. Did i do it? Yes, i did :")

Masih seperti ujian komprehensif pertama, mental saya di banting" sama ketua tim penguji. Ga bohong kalo waktu berhadapan sama bapak itu air mata mau mengucur deras dan rasa dendam muncul lagi. Keluar ruangan masih nangis. Ngerasa bapaknya jahat karna nyalahin semua jawaban padahal pertanyaannya apa yang udah didiskusiin bareng-bareng selama persiapan kompre.

Ga beberapa menit setelah keluar ruangan, disaat curhat sama abang-abang lainnya sambil beruraikan air mata, saya dipanggil lagi sama dosen penguji yang lain. Kali ini disuruh barengan masuk sama bang angga. Bang angga lagi ditoilet, dan waktu keluar toilet, saya ngeliat matanya merah semacam habis nangis. Mungkin mental kami sama-sama dibanting di depan ketua tim penguji.

Jeng jengggg
Kami berdua masuk ruangan dengan tampang suram, disuruh duduk sebelah"an. Semua pertanyaan direview sama ketua tim. Demi Allah saya sudah pasrah bahkan saya sudah membatin "kalau harus wisuda Mei juga ga apa-apa". 

Pertama, bang angga dulu yang disebutin hasilnya. Bang angga lulus dengan nilai minimal. Kemudian, baru hasil saya. Ipk disangkut-sangkutin, memang ipk saya lebih tinggi dari bang angga dan bapak itu meminta pertanggungjawaban yang lebih besar. Tapi, setelah bapak lagi-lagi membanting mental saya, kemudia bapaknya bilang saya lulus dengan nilai minimal juga.

Hening. Saya tidak percaya saya lulus. Lulus dalam artian kata ada gelar Sarjana Ekonomi di belakang nama saya semenjak itu. Alhamdulillah. It feels wow at that time!!!

Dan sekarang saya masuk ke fase baru kehidupan. Menjadi pengangguran dan mulai mencari lapangan pekerjaan atau mencari beasiswa untuk melanjutkan kuliah.

Bukan krs lagi yang saya urus, tapi wisuda
Bukan strategi kuliah lagi yang saya pikirkan, tapi kehidupan berikutnya

Saturday, 21 September 2013

Syarat Sakral

16:49 0 Comments
gue mahasiswa tahun akhir dan emang punya target buat men-'DO'-kan diri secepatnya dari kampus. tanggal 2 September gue udah ngajuin proposal skripsi ke jurusan dan tanggal 4 gue udah tau pembimbing gue. perasaan menunggu selama 2 hari itu? kalo lagi kepikiran, wajah seorang dosen killer terbayang di benak gue dan langsung gue tepis sama 2 wajah dosen yang baik. kalo lagi ga kepikiran, gue masih bisa anteng. alhamdulillah, pembimbing gue baik banget!

bimbingan pertama (Rabu, 11 September 2013)
sebelum ke kampus gue prepare dulu tentang bahan proposal gue. jadi kalo ditanya-tanya, gue bisa jawab. nyampe di kampus? menunggu. iya, apalagi kalo bukan itu yang gue lakuin? nungguin dosen nya selesai ngajar. kata om gue, nilai kesabaran buat bimbingan itu musti A+. kita musti mau nunggu berjam-jam cuma demi 10-20 menit bimbingan.

take a deep breath. and i'm in.

gue: buk, mau kenalan dulu. saya nilam, ibuk ditunjuk pak eva buat jadi pembimbing skripsi nilam. ini proposal sama surat permohonannya buk (nyodorin map)
dosen: oh iya, nilam bp berapa? (sambil buka map)
gue: 010 buk..
dosen: loh kok cepet? 
gue: hehe iya buk..

setelah basa-basi, gue diwawancarai sama ibuknya tentang proposal gue. apa hubungan antara tiap variabel independen dengan variabel dependen. kenapa periode penelitiannya itu, kenapa objek penelitiannya itu. gue jelasin semua tanpa cela. ibuknya manggut-manggut dan gue disuruh cari data penelitian. DATA PENELITIAN, BRO!!!! gue ga nyangka bisa secepat dan semulus ini!!!

dosen: nilam mulailah cari data penelitiannya lagi, siapa tau nanti datanya ga sesuai sama judulnya. ini proposalnya ibuk bawa ya
gue: iya buk..

UDAH GITU AJA BIMBINGAN PERTAMA GUE!!!
keluar dari kelas, gue ga berenti senyum. lega. dan hal buruk yang sempat terlintas, ga kejadian. alhamdulillah buat itu..

bimbingan kedua (20 Septembar 2013)
awalnya gue mau bimbingan tanggal 18, tapi belum data nya belum selesai. terus mau bimbingan tanggal 19, pas gue mau ke kelas ibuknya, kelasnya udah bubar. batal.
kebetulan banget, ibuknya jadi dosen penguji seminar skripsi yang gue tonton tanggal 20 itu. selesai seminar, gue langsung ketemu ibuknya buat ngeliatin data penelitian gue. trus gue jelasin kalo data 2 periode di variabel dependen belum dapat. trus ibuknya suruh lanjutin nyari dan bantu gue bikin contoh sample. hari senin gue disuruh menghadap lagi dengan data lengkap.

Allah, makasih banget buat pembimbing baik ini :")

sejauh ini, skripsi thing ini masih sweet banget. mungkin kalo proposal udah di ACC dan data udah mulai diolah, mungkit baru berasa lah gimana sakralnya skripsi kata orang-orang. atau semua bergantung ke pembimbing juga kali ya? :")

lalu hal terberatnya skripsi apa lam?
1. gue kurang tidur banget sejak data penelitian gue kumpulin
2. gue musti bisa bagi prioritas antara tugas dan skripsi
3. kehilangan waktu main
4. kehilangan quality time sama pacar dan make prinsip 'bebas-aktif' ala gue
5. ngerasain sahabat yang mulai jauh

dan buat syarat sakral ini, gue selalu percaya buat opportunity cost nya. yang pasti gue kehilangan point 1 2 3. point 4 dan 5? gue selalu berharap ga. tapi, kalo emang musti di opportunity cost-in juga, gue pasrah buat semuanya...

Monday, 16 September 2013

Jika Aku Menjadi

17:50 0 Comments
kali ini cerita tentang adik-adik baru saya di desa ini. beberapa hari di minggu ini, kami, tim Kuliah Kerja Nyata (KKN) Jorong Padang Pulai, Nagari Balimbing, Kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat menghabiskan waktu bersama mereka. lalu apa istimewanya? mereka antusias. mereka senang ada kami disini. mereka terhibur. dan kami seolah-olah pahlawan mereka yang menyelamatkan mereka ditengah-tengah kekurangan, ditengah kesepian detik-detik penerimaan rapor, bahkan, ditengah-tengah kebahagian mereka yang serba terbatas.


selayaknya KKN ini semacam reality show 'Jika Aku Menjadi'. apa jadinya jika aku menjadi mereka yang hidup disela-sela kekurangan? apakah aku masih bisa mencapai apa yang telah aku capai selama ini? apakah aku bisa memiliki hampir apa saja yang aku mau? apakah aku bisa mengecap pendidikan hingga sarjana? apakah aku masih bisa bersyukur?

entahlah, jawabku. terkadang semuanya bisa karena terbiasa. mungkin saja aku bisa seperti mereka yang tidak lagi merutuki hidup yang serba terbatas. mungkin aku bisa seperti mereka yang masih bisa tertawa ditengah kepedihan hidup.

jauh dari sumber mata air bersih. sinyal susah. curah hujan kurang. infrastruktur tidak memadai. semuanya serba terbatas. tapi mereka masih bisa tertawa. mereka masih mempunyai semangat juang untuk terus bersekolah. mereka masih bisa menikmati hidup versi mereka.

teruntuk mereka yang mengajari aku arti lain dari sisi kehidupan. mereka, para bocah yang sibuk mengajak aku bermain. para bocah yang tak bosan-bosannya memanggil 'kak, kak, kak' sembari menarik tanganku. 

dari kalian, aku mengerti caranya menghargai hidup..
Protected by Copyscape Duplicate Content Penalty Protection