Follow Me @nilamodang

Sunday 15 September 2013

Keterbatasan yang Tidak Menjadi Keterbatasan

Bola mata hitam bulat yang teramat jernih. Bola mata itu milik seorang putra desa yang tinggal di desa terpencil. Jauh dari sumber air bersih, sinyal, infrastruktur yang memadai, bahkan guyuran hujan.

Namanya Rayhan, biasa dipanggil Ihan. Dia anak laki-laki satunya. Ayahnya seorang kepala jorong tertinggal. Ibunya seorang petani. Panas terik matahari sudah jadi sahabatnya. Halaman rumah bertanah keras tempat bermainnya. Lantai yang hanya disemen seadanya menjadi kasur baginya dan ayah ibunya. Ruang tamu disulap jadi ruang keluarga jika siang. Ketika hari berganti malam, ruang tamu itu berubah menjadi kamar tempat Ihan menitipkan semua mimpinya.

Dia kerap kali melihatku terpana. Melihat baju yang aku kenakan berbeda dengan baju kumal yang membalut tubuhnya. Melihat tanganku yang tak pernal lepas memegang handphone ataupun kamera berbeda dengan tangannya yang tak lepas memegang kelereng. Melihat kakiku yang dialasi sepatu berbeda dengan kakinya yang langsung berinteraksi dengan tanah.

Namun, Ihan tidak tahu. Aku sering kali mencuri pandang kepadanya. Menikmati tawanya yang khas, tulus, dan lepas. Memamerkan barisan gigi susu yang rapi di gusinya. Menatap kebahagiannya dari larian kecil dia. Seakan-akan segala keterbatasan yang dia hadapi tidak pernah menjadi masalah berarti.

Melihat dan memperhatikan gerak-geriknya saja sudah membuatku damai. Tersenyum tanpa aku sadari. 

Ihan, kapan kita bertemu lagi? Masih ada pelajaran hidup yang ingin kakak petik dari Ihan..

No comments:

Post a Comment

Protected by Copyscape Duplicate Content Penalty Protection