Follow Me @nilamodang

Saturday 14 April 2012

dia

Dia mencoba memberikan obat luka kepada luka yang telah kamu ciptakan. Aku menolaknya dengan halus. Aku bilang, 'dia pasti membalut luka yang telah dia ciptakan ini dengan perbannya'. Kemudian dia tersenyum hambar, seakan-akan menolak pernyataanku bahwa kamu akan bertanggung jawab dengan semua ini. Dia bilang, 'obati dulu dengan ini, baru bisa kamu baluti dengan perban miliknya'. Aku tersenyum, 'biarkan saja dia membekas, agar dia ingat bahwa dia selalu ada disini. Aku tak pernah ingin mengubah tahtanya disini. Aku ingin dia menjadi yang pertama.'

Aku percaya kamu seorang yang bertanggung jawab dan terlihat bijaksana dengan ucapan yang telah kamu pegang. Semua hanya butuh waktu. Terserah mereka yang ingin tertawa. Terserah mereka juga untuk memasang tampang iba melihat tubuhku yang penuh dengan memar. Ya, menurut ku semuanya hanya perkara waktu.

Dan pada akhirnya dia pergi, menyerah atas kekeraskepalaanku, mengumpat atas kebodohanku, tertawa miris menutupi kepedihan kenyataan yang telah aku pilih. Aku tersenyum lega melihat punggungnya berjalan menjauh, lalu senyum itu menghilang. Berganti dengan tanda tanya besar di kepala, 'kapan kamu akan datang membawakan perban yang aku butuhkan?' kemudian aku mendengar bisikan lembut yang entah datang darimana, 'secepatnya..'


-AF-

No comments:

Post a Comment

Protected by Copyscape Duplicate Content Penalty Protection